Malam nanti kurasa akan begitu indah. Ya, malam peringatan maulid Nabi Muhammad SAW yang akan dilaksanakan di masjid desa kami, Masjid Darussalam. Aku telah menunggu pelaksanaanya sejak pagi, serasa tidak sabar hati ini ingin segera memperingati maulid nabi malam nanti ditambah lagi akan ada penampilan hadrah dari putra-putra kecil desa kami, membuat hatiku semakin bergetar menantikannya. Saking hatiku yang terselimuti rasa tak sabar, kegiatan sehari-hariku berjalan tanpa kusadari. Waktulah yang telah mengantarkanku kepada senja, senja di mana adzan magrib akan segera berkumandang.
10 menit kemudian adzanpun
berkumandang, aku beserta keluarga bersiap-siap melaksanakan sholat magrib di
masjid yang kemudian akan dilanjutkan dengan pengajian. Sholat magrib telah
menanti kami, akhirnya aku pun dengan menggandeng adikku berjalan menuju
masjid. Setelah sholatpun selesai aku dan adikku segera pulang untuk mengambil
nasi santan, untuk acara maulid nabi itu. Lalu kami kembali menuju masjid dan
duduk bersama semua warga desa yang kumpul di serambi masjid untuk melaksanakan
agenda kami yaitu peringatan maulid nabi. Segera setelah warga terasa telah
lengkap bapak mc membuka acara malam
itu dengan bacaan surat al fatihah, disambung dengan berjanjen, istilah untuk kegiatan keagamaan. Lalu untuk renungan
qalbu, pengajianpun disampaikan oleh Bapak H. Laziman Mahmud. Pengajian dengan
lelucon dan secuplik nyanyian menambah syahdunya kehangatan malam maulid nabi malam
itu.
Memang satu hal yang tak
kusadari, sejak acara dimulai mataku tertuju pada seseorang. Seseorang yang
menurutku sangat santun dengan kekaleman sifatnya. Saat itu saat di mana hadrahnya
mulai berbunyi dengan lantunan lagu sholawat dari anak-anak, mataku tertuju
kepada seorang pemuda yang memakai peci putih dengan bajunya yang juga berwarna
putih. Dia terlihat mahir memainkan rebananya itu, dan itu yang membuatku
merasa senang tersendiri. Tak terlihat keraguan darinya membunyikan lagu
sholawat bebarengan dengan suara anak-anak. Ternyata pemuda itu adalah
seseorang yang kutatap sejak acara di mulai. Sungguh aku tak menyadarinya
karena serasa hatiku telah kalut akan kalem wajahnya.
Benar bahwa kebingungan yang
kurasakan. Ya Allah hati ini serasa bergetar melihat kekaleman di wajahnya. Wajahnya
yang alim membuatku tak henti untuk memandangnya. Walaupun sebenarnya aku tahu
bahwa itu salah, tapi apalah daya, mata ini memaksaku untuk terus melihatnya,
mata yang tak bisa berpaling semudah membalikkan tanganku. Apalagi mata mas itu
yang menatapku semakin membuat hatiku bergetar, benar-benar getaran yang
kurasakan. Sungguh rasa seperti apakah yang ini, rasa di mana aku nyaman
melihat wajahnya dan kagum akan dirinya. Kebingungan yang hinggap di diriku
saat itu, hanya senyum dan canda adik-adikku yang dapat memecahkan suasana
hening hatiku kala itu.
Waktupun yang terus bergulir
mengantarkan kami, warga desa pada penghujung acara. Saat itupun tiba, saat di
mana sholawat selesai dikumandangkan. Sungguh aku rasakan kecewa, kecewa yang
merasuk ke dalam jiwaku kurasakan membuatku seperti ingin memutar waktu. Ya
waktu saat dia masih memainkan rebananya dengan penuh tawa. Tapi itu semua
hanyalah hal di atas fakta, memutar waktu bukanlah hal yang mampu kulakukan.
Aku pun bergegas pulang dengan senyum lepas mengingat saat-saat hatiku bergetar
meskipun hanya sebentar.
Saat memasuki rumah senyuman dan
tawa itu tak lepas dari bibirku. Walaupun itu merupakan hal yang terjadi tanpa
sadar tapi ingatanku tak mungkin akan menghapus memori indah itu. Dan satu hal berarti tentang senyumanku saat keyakinanku yang bukan tanpa alasan ini akan
membuat dia tidak akan berjalan terlalu jauh dariku dan menjaganya tetap di
sini (MD).
0 komentar:
Posting Komentar