Rabu, 11 Februari 2015

Belaka?







“Munjungan- Terjadi kasus pembunuhan dan pemerkosaan anak berusia 8 tahun putri dari seorang jaksa. Pelaku yang merupakan seorang idiot diduga memperkosa korban kemudian membunuhnya dengan memukul kepalanya. Kronologi kejadian disaksikan oleh penjaga toko tas yang kemudian melaporkan tersangka kepada polisi.

 


  Pagi ini seorang pengacara muda sedang bersiap menuju ke persidangan terakhir dari kasus yang digugatnya. Entah apa yang ada di benaknya, ia terlihat khawatir dan pesimis mengenai hasil akhir dari persidangan nanti. Seperti sidang-sidang sebelumnya, banyak kesulitan yang harus ia lewati demi menuntaskan kasus ini. “Aku tidak akan menyerah pada titik ini. Kebenaran harus tetap ditegakkan. Setelah semua sidang yang melelahkan aku harap sidang ini akan menemukan titik terang.” gumamnya. Kemudian, beberapa waktu ia tenggelam dalam lamunan pikirannya.
Sidang perdana, 17 September 2014
“Baik Pengacara Aliya. Silakan Anda berspekulasi mengenai kronologi kejadian itu.” ucap hakim.
Pengacara muda itu kemudian duduk dan memulai ceritanya.
Hari itu awan tebal menyelimuti langit biru. Seorang lelaki idiot bersama anak perempuannya berjalan menyusuri tepi jalan untuk mengabulkan permintaan sang anak membeli sebuah tas sailormoon. Denting waktu terus bergulir mengantarkan sang lelaki dan anaknya ke toko tas yang dituju.
“Aku berharap niat baikmu untukku takkan sia-sia ayah” pikir anak itu.
Tak seperti harapan, ternyata tas yang diinginkan sang anak telah dibeli oleh seorang perempuan kecil cantik yang melintas tepat di hadapannya. Bersama ayahnya yang memakai jas hitam, keduanya bergegas menuju mobil berwarna silver nan mengkilat. Terlihat sekilas wajah ayah dan anak di depan toko tas tadi dari spion mobilnya. Ada rasa iba di benaknya pada anak miskin yang tak mengeluarkan sepatah kata pun memandangi tas yang telah lenyap bersama mobil itu. Akhirnya si anak miskin mengajak ayahnya pulang ke rumah dengan perasaan yang berat.
Beberapa hari berlalu, saat lelaki idiot itu melintas kembali di depan toko tas yang sama seorang perempuan kecil turun dari sebuah mobil mewah. Kemudian ....
 “Apa Bapak yang kemarin ada di depan toko tas ini?” Tanya anak itu dengan polosnya.
Lelaki itu hanya menjawab dengan mengangguk.
 “Bapak ingin membelikan tas yang seperti ini untuk anak Anda?” tambahnya sambil menunjuk tas di punggungnya.
Lagi-lagi lelaki itu hanya mengangguk.
“Kalau Bapak ingin, saya mau kasih tau tempat buat beli tas yang sama. Ayo ikut saya Pak!”
 Lelaki itu hanya bisa mengikuti anak kecil yang menggandeng tangannya.
Tak disangka-sangka, mendung telah jatuh menjadi hujan. Anak kecil dan lelaki tadi kemudian berlari mencoba menghindari runtuhan air hujan yang semakin deras. Tiba-tiba hal yang mengejutkan terjadi. Sesampai di depan toko tas yang dituju, si anak kemudian terpeleset karena licinnya jalan dan tergeletak begitu saja. Lelaki itu tampak keheranan melihat anak itu kejang-kejang. Dia mendekat dan kemudian berusaha membantunya. Namun dari seberang, seorang penjaga toko meneriaki lelaki itu dan menyangkanya akan memperkosa gadis kecil itu.
“Tolong-tolong ada pemerkosaan!!” teriak penjaga toko itu.
            Tak lama kemudian polisi datang dan membawa lelaki itu ke kantor polisi dan anak kecil itu langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan pertama.
“Lalu bagaimana dengan pengakuan tersangka bahwa ia yang melakukan pembunuhan?” selidik hakim Dan.
“Saya belum bisa memastikan. Itu salah satu hal yang ganjil menurut saya. Tapi ada kemungkinan sesuatu terjadi dan membuat tersangka tidak mengungkapkan yang sebenarnya.” Jawab pengacara.
”Instruksi Tuan Hakim yang terhormat.” Tiba-tiba jaksa penuntut meminta waku kepada hakim untuk berbicara.
“Adakah bukti yang bisa menjadi penguat spekulasi Anda Pengacara Al?! Secara logika, tersangka sudah disumpah ketika melakukan kesaksian. Ketika dia berbohong, maka ia akan mendapatkan hukuman yang lebih. Jadi, sepertinya mustahil kebohongan itu dilakukan oleh tersangka.” Tambahnya.
            Pengacara Aliya terdiam sejenak, lalu ....
“Pada sidang pertama saat itu. Ayah korban dan tersangka sama-sama terlambat menuju ke persidangan. Dan menurut info yang saya dapatkan dari teman-teman satu sel tersangka, sehari sebelum persidangan, tersangka didatangi seseorang yang tidak dikenal.” Jelas Pengacara Al.
“Tuan Hakim, bisakah saya menghadirkan saksi sekarang.” Mendadak pengacara meminta izin kepada hakim untuk menghadirkan saksi.
“Baik. Silakan.” jawab hakim
            Kemudian, masuklah seorang lelaki paruh baya dengan menggunakan pakaian tahanan. Sebelum ia memberikan kesaksian, ia melakukan sumpah di hadapan semua orang yang ada di pengadilan.
“Anda bisa memulai kesaksian Anda sekarang.” Ucap hakim.
Kemudian lelaki tadi duduk di kursi saksi dan memulai kesaksiannya.
“Kala itu, seingat saya sehari sebelum persidangan, tersangka didatangi oleh seseorang. Saya tidak tahu siapa orang itu. Akan tetapi dia memberikan sebuah buku, kalau tidak salah isinya adalah materi persidangan besoknya. Saya juga merasa heran, setelah pertemuan itu, Roni seperti ketakutan.” Jelas lelaki itu.
“Apakah ada sesuatu yang aneh pada perilaku tersangka setelah itu?” tanya hakim.
“Saya rasa ada. Setelah pertemuan itu, ia terus mempelajari isi buku itu dengan semampunya. Bahkan, ia meminta kami sebagai teman satu selnya untuk membantunya menghafal beberapa tulisan.”
“Lalu, di mana keberadaan buku yang Anda maksudkan itu sekarang?”
“Tidak ada yang mengetahuinya. Semuanya menghilang setelah tersangka melaksanakan eksekusi hukuman mati.”
            Semua orang terkejut mendengar pengakuan saksi. Sedangkan kondisi persidangan semakin memanas. Muncul berbagai petunjuk baru yang semakin menguak kebenaran yang ada. Keluarga korban mulai melakukan protes kepada hakim hingga menyebabkan ruang sidang menjadi ricuh. Akhirnya persidangan ditutup dengan ketuk palu sang hakim.
Sidang kedua, 22 September 2014
            Di sidang kedua ini, pengacara menghadirkan seorang saksi yang mengaku melihat kronologi kejadian. Dua hari sebelumnya, saksi itu menelpon pengacara dan mengajaknya bertemu. Ia bercerita banyak kepada si pengacara tentang kejadian kala itu. Akhirnya ia memutuskan bersedia hadir menjadi saksi di persidangan.
            Di persidangan.
“Silakan mengungkapkan kesaksian Anda.” pinta sang hakim.
“Di saat hujan deras itu, saya sedang berteduh di depan halte. Hari itu saya melihat lelaki dengan seorang anak kecil berlari hendak menghindari hujan. Namun, tak disangka ketika mereka hampir sampai di depan toko, si anak kecil terpeleset dan jatuh. Lelaki yang bersama anak itu terlihat sedikit idiot. Dia berada di jarak yang cukup jauh dari anak itu. Lalu ia mendekat dan berusaha membantu pernafasan  anak itu. Nah, disaat itulah ia melonggarkan celana anak kecil itu. Saya tidak melihat kalau lelaki idiot itu akan melakukan sesuatu hal buruk pada anak itu, malah ia hendak mengangkat anak itu dan mencari pertolongan di sekitar.” terangnya.
“Mengapa Anda tidak menolong anak tersebut ?” Tanya sang hakim.
“Karena kondisi hujan yang sangat deras, saya mengurungkan niat menuju TKP. Dan dari jauh saya melihat laki-laki itu sudah menolongnya. Saya juga berpikir kalau keadaan anak itu baik-baik saja.” Jawab saksi.
            Tiba-tiba Jaksa penuntut yang dari tadi diam kemudian angkat bicara.
“Tuan Hakim yang terhormat, perkenankanlah saya juga akan menghadirkan saksi. Ini adalah orang yang melihat kejadian tersebut secara langsung.” ucap si jaksa.
            Seketika seorang wanita dari bangku peserta sidang maju menuju kursi saksi. Kemudian melakukan sumpah dan memulai kesaksiannya.
“Saya adalah penjaga toko yang menyaksikan kejadian tersebut. Saya melihat laki-laki itu memegang batu dan kemudian membuka baju anak itu. Dia terlihat seperti akan memerkosa anak itu. Lalu saya meneriakinya.”
Karena saksi yang dibawa tidak mampu memberikan bukti yang akurat, maka hakim memutuskan untuk menunda persidangan
*****
            Dering handphone membuyarkan lamunan pengacara Aliya, ternyata sudah ada 2 missedcall dari kantornya. Seketika itu ia langsung menyadari bahwa persidangan akan dilakukan seperempat jam lagi.
            Ia langsung bergegas menuju tempat persidangan. Ketika memasuki ruangan sidang, ia terdiam melihat ruang sidang yang sudah dipenuhi orang. Hakim pun langsung memulai persidangan. Hakim meminta pengacara Aliya untuk menunjukkan bukti terakhir yaitu buku yang digunakan untuk mendoktrin tersangka agar mengakui kejahatan yang tidak dilakukannya.
“Tuan Hakim, beberapa hari yang lalu saya menemui seorang mantan jaksa penuntut sidang kasus 15 tahun silam. Dia mengatakan bahwa ia mempunyai bukti yang akan membantu saya untuk memenangkan persidangan kali ini.” ucap sang pengacara sambil mengambil barang bukti yang dia simpan di dalam tasnya.
“Buku ini adalah skenario palsu itu. Sehari sebelum persidangan, seseorang yang mendatangi tersangka memintanya unuk mempelajari pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan di persidangan. Tersangka dipaksa untuk mengakui perbuatan yang tidak ia lakukan. Karena berada di bawah tekanan mental, tersangka akhirnya memutuskan untuk mengakui hal itu.” Jelasnya secara gamblang.
            Pintu ruang persidangan terbuka, seorang Dokter muda hadir dengan membawa sebuah map coklat. Ia meminta izin kepada hakim untuk hadir sebagai saksi. Hal ini sangat mengejutkan pengacara Al, pasalnya ia tidak mengenal dan tidak meminta sang dokter hadir ke persidangan.
“Hakim yang terhormat, saya Rizki, dokter forensik yang menangani visum korban. Saya membawa data asli hasil visum korban. Lima belas tahun lalu, Jaksa Syah meminta saya untuk memberikan hasil visum palsu sebagai barang bukti. Tapi sebenarnya hasil visum asli menyatakan bahwa korban meninggal murni karena kecelakaan yang menyebabkan gegar otak dan pendarahan hebat di kepala akibat terpeleset. Selain itu, juga tidak ditemukan bekas pemerkosaan atau luka pemukulan di sekujur tubuh. Anak itu benar-benar meninggal bukan karena dibunuh dan diperkosa. Saya merasa bersalah karena menutupi kebenaran ini. Saya telah menyalahi hukum dan saya menyalahi kode etik dokter yang selama ini saya banggakan. Dengan datang ke persidangan ini, saya pun siap untuk mendapat hukuman atas apa yang telah saya lakukan.” Jelas dokter.
            Semua pasang mata terkejut mendengar kesaksian sang dokter. Nampaknya keluarga korban merasa tidak terima dan melakukan protes keras kepada hakim.
Sang hakim pun memberikan kesempatan kepada ayah korban untuk mengutarakan protesnya. Namun isi dari protes yang bertujuan untuk membela diri terkesan palsu dan malah memojokkan dirinya sendiri. Ditambah dengan bukti-bukti dan saksi-saksi kuat yang telah mengakui kebenaran dari pernyataan penggugat. Tetapi, ayah korban tetap pada pendirian bodohnya menyangkal semua tuduhan dari penggugat. Setelah melakukan debat yang cukup menguras tenaga, akhirnya sang hakim memutuskan untuk menskors sidang. Sidang pun dilanjutkan, namun sebelum hakim memulai sidang kembali, hal menakjubkan terjadi. Ayah korban berdiri di depan persidangan. Tak disangka-sangka keluarlah sebuah pernyataan yang membuat seluruh peserta persidangan menjadi terdiam karena pengakuan dari si ayah korban bahwa ialah yang telah memaksa si idiot mengaku sebagai pembunuh anaknya. Selain itu, ia juga mengaku telah memanipulasi jalannya penyidikan dan persidangan dengan  menyogok beberapa aparat polisi dan hakim yang bertugas menangani kasus tersebut agar berjalan sesuai dengan keinginannya. Dan dalam kasus ini seharusnya ada penyidikan khusus karena tersangka adalah orang idiot. Akan tetapi dalam kasus ini ditiadakan agar memperlancar rencana si ayah korban yang dahulunya juga seorang jaksa.
Akhirnya hakim memutuskan bahwa ayah korban bersalah dan dihukum dengan pasal yang berlapis. Yaitu pelanggaran terhadap pasal 310 ayat 1 KUH Pidana dan PJA RI nomor: PER-067-A/JA/07/2007 pasal 4 tentang kode etik jaksa. Dia dihukum 20 tahun penjara dan membayar denda sebesar 500 juta. Sebelum hakim mengetok palu, pengacara Al berdiri dan berkata pada hakim.
 “Tuan hakim, saya tidak ingin pelaku dipenjara. Karena, meskipun pelaku dipenjara puluhan bahkan ratusan tahun, itu tidak akan bisa mengembalikan nyawa ayah saya. Saya hanya ingin kebenaran ini terungkap dan saya ingin ini menjadi pelajaran bagi semua orang bahwa hukum harus selalu ditegakkan kapan pun dan dimana pun. Saya juga sangat menghargai sikap Jaksa Syah yang mau mengakui kesalahannya. Terima kasih untuk semuanya.”
Persidangan hari itu pun selesai. Pengacara itu tersenyum puas dan kemudian ia menyalami semua saksi dan hakim yang ada.
“Ayah, akhirnya aku berhasil mengungkap kebenaran itu untukmu. Aku yakin kau pasti juga tak ingin aku membalas keburukan pada orang lain. Aku berharap kau bahagia di sisi-Nya.” bisik pengacara itu dalam hatinya.
                                                                                                            By : D-R-A-D-S


Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar